Rabu, 19 Agustus 2020

Proposal KKL Manajemen Pakan dan Kesehatan

 

MANAJEMEN PAKAN DAN KESEHATAN SAPI POTONG DI PETENAKAN CV. WAHYU FARM SEJAHTERA

CIAWI BOGOR JAWA BARAT

 

KULIAH KERJA LAPANGAN

 

SURYA EKA TABARA

A.1510652

 

 

 

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR

2020

 

 

 


DAFTAR ISI

 

I PENDAHULUAN.. 2

1.1 Latar Belakang. 2

1.2 Tujuan. 3

1.3 Manfaat 3

II TINJAUAN PUSTAKA.. 4

2.1 Karakteristik Sapi 4

2.2 Sistem Pemeliharaan. 5

2.3 Sistem Perkandangan. 5

2.4 Manajemen Pakan. 6

2.5 Sumber dan Bahan Pakan. 7

2.6 Pertambahan Bobot Badan. 8

2.7 Tanda Sehat dan Sakit pada Sapi Potong. 9

2.8 Penyakit Pada Sapi Potong. 9

2.9 Pencegahan Penyakit 11

2.10 Pengendalian Penyakit 11

III MATERI DAN METODE.. 12

3.1 Waktu dan Tempat 12

3.2 Ruang Lingkup. 12

3.3 Metode Kerja. 12

DAFTAR PUSTAKA.. 13

 


 I PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang

Pembangunan peternakan merupakan sector strategis dalam upaya ketahanan pangan yang berkualitas. Sementara itu pemenuhan akan kebutuhan selalu negative, yang artinya jumlah permintaan lebih tinggi dari pada peningkatan produksi daging sapi sebagai konsumsi. Dalam pengadaan daging sapi dewasa pemerintah menghadapi masalah serius, karena keterbatasan stok ternak, penurunan populasi, dan berkurangnya impor sapi dari luar negeri sejak terjadinya krisis moneter di negeri kita beberapa tahun terakhir ini.

Namun demikian, dalam perkembangan sapi potong di Indonesia masih saja terjadi pertumbuhan populasi negatif akibat tidak seimbangnya antara permintaan pasar dan laju repoduksinya. Masih banyaknya penyakit  hewan menular, stategis yang belum ditangani secara komprehensif. Visi pembagunan peternakan tahun 2005-2009 adalah “Ternak Sehat, Negara Kuat” (Better and Healthy Livestock Towards Better Community). Visi ini dirasakan tepat sekali, karena selama ini pengembangan ternak usaha ternak termasuk ternak sapi potong, masih berkendala dengan masalah kesehatan hewan, termasuk hewan menular strategis (PHMS).

Usaha untuk meningkatkan pedangan daging sapi dapat dilakukan dalam usahan feedlot. Feedlot adalah pemeliharaan sapi didalam kandang tertentu, tidak dipekerjakan tetapi hanya diberi pakan dengan nutrient yang optimal untuk meningkatkan berat badan dan kesehatan sapi (Darmono, 1993). Usaha terak sapi potong akan berhasil apabila faktor penunjangnya (pakan) memperoleh perhatian penuh, disamping faktor genetis. Oleh karena itu bibit sapi yang baik harus diimbangi dengan pemberian pakan yang baik pula dan cukup memenuhi kebutuhan nutriennya. Adapun fungsi lain dari pakan adalah untuk mempertahankan daya tahan tubuh dan kesehatan.

Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk hijauan atau konsentrat, dan yang terpenting adalah pakan harus memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, serta vitamin dan mineral. Secara alamiah pakan utama ternak sapi baik potong maupun perah adalah hijauan, dapat berasal dari rumput alam atau lapang, rumput unggul, leguminiosa dan limbah pertanian serta  tanaman hijauan lainnya. Namun permasalahan yang ada  bahwa hijauan di daerah tropis  sepeti di wilayah Indonesia mempunyai kualitas yang kurang baik sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak tersebut perlu ditambah dengan pemberian pakan konsentrat (Siregar, 1996).

Handoko (2008), menyatakan kesehatan ternak atau ternak adalah suatu status kondisi tubuh ternak dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi normal. Pendekatan mendasar yang diperlukan peternak agar tidak rugi secara ekonomis adalah mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit dengan cara tanggap terhadap kondisi kesehatan ternaknya. Penyakit pada ternak dapat disebabkan oleh ektoparasit maupun endoparasit. Kandang memiliki beberapa fungsi penting dalam suatu usaha sapi potong yaitu melindungi sapi potong dari cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol sapi agar tidak merusak tanaman disekitar lokasi peternakan, melindungi sapi dari hewan pengganggu, memudahkan pemeliharaan, terutama pemberian pakan, minum dan mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin, 2002). Lingkungan kandang yang kotor sangat memungkinkan berkembangnya endoparasit, salah satunya cacing. Selain lingkungan kandang, pakan yang tercemar cacing atau telur cacing dapat menjadi sumber penularan (Suhardono et al., 1997: Aminah, 2003). Ternak yang terinfeksi cacing tidak menunjukkan gejala yang signifikan akan tetapi hal ini akan berdampak pada penurunan produktivitas ternak. Infeksi cacing yang berlebih dapat menyebabkan anemia pada ternak.

Penyakit merupakan faktor yang berpengaruh dalam suatu usaha produksi ternak, karena akan menurunkan produktivitas baik daging maupun susu. Menurut Williamson dan Payne (1993), pendekatan mendasar yang diperlukan peternak agar tidak rugi secara ekonomi adalah mempertahankan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan cara tanggap terhadap kondisi kesehatan ternaknya.  Penyakit pada ternak dapat disebabkan oleh ektoparasit maupun endoparasit. Lingkungan kandang yang kotor sangat memungkinkan berkembangnya endoparasit, salah satunya cacing. Selain lingkungan kandang, pakan yang tercemar cacing atau telur cacing dapat menjadi sumber penularan (Suhardono et al., 1997; Aminah, 2003). Ternak yang terinfeksi cacing tidak menunjukkan gejala yang signifikan akan tetapi hal ini akan berdampak pada penurunan produktivitas ternak. Infeksi cacing yang berlebih dapat menyebabkan anemia pada ternak.

1.2 Tujuan

    a.    Tujuan Umum Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

    1.      Mahasiswa memperoleh pengalaman yang berharga dengan mengenali kegiatan dilapangan kerja khususnya dibidang peternakan secara luas.

    2.      Meningkatkan pemahaman kepada mahasiswa menganai hubungan antara teori dan penerapannya, serta factor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat menjadi bekal bagi mahasiswa dalam terjun ke masyarakat.

    b.    Tujuan Khusus Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

        1.      Mengetahui secara langsung kondisi umum di CV. Wahyu Farm Sejahtera, yaitu mencakup sejarah berdirinya peternakan, kondisi umum peternakan, struktur organisasi, sumberdaya manusia dan analisis usaha.   

       2.      Mengetahui segala aspek yang terkait dengan kegiatan yang ada dipeternakan, khususnya dalam hal manajemen pakan dan kesehatan.

            1.3 Manfaat

    Manfaat dari kuliah kerja lapangan tersebut adalah sebagai berikut :

       1.      Mengetahui kesesuaian dan penerapan ilmu yang dipelajari dengan keadaan di lapangan.

       2.      Mengetahui faktor-faktor eksternal di lapangan yang mempengaruhi pengaplikasian teori atau ilmu dan menambah pengalaman serta keterampilan kerja.

    3.      Mahasiswa mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan pihak lingkungan perusahaaN khususnya dan masyarakat luas umumnya.


    II TINJAUAN PUSTAKA

 2.1 Karakteristik Sapi

      Sapi potong merupakan ternak ruminansia, yang dipelihara bertujuan untuk manghasilkan daging. Ciri-ciri sapi potong memiliki pertambahan bobot bahan yang baik, berbadan besar dan efisiensi pakan tinggi. Bangsa (breed) sapi merupakan sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan manusia, terutama bahan makanan berupa daging, disamping hasil lainnya seeperti pupuk kandang, kulit dan tulang (wahyono dan hardianto, 2004).

      Menurut Blakely and Bade,(1992) bangsa sapi memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut :

Kingdom               : Animalia

Phylum                  : Chordata

Sub Phylum           : Vertebrata

Class                      : Mamalia

Sub Class              : Theria, Eutheria

Ordo                      : Artiodactyla

Sub Ordo              : Ruminatia, Pecora

Family                   : Bovidae

Genus                    : Bos (cattle)

Species                  : B. primigenius

Sub Species           : B. P. Taurus, B. P. Indicus, B. P. Sondaicus

 

      Jenis sapi keturunan Bos indicus adalah sapi Brahman, Ongole dan Peranakan Ongol (PO). Sapi keturunan Bos taurus antara lain Aberdeen Angus, Hereford, Shorthon, Charolais, Simmental dan Limousin. Keturunan Bos sondaicus atau sapi asli Indonesia yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatra dan sapi local lainnya.

2.2 Sistem Pemeliharaan

            Salah satu upaya untuk meningkatkan populasi dan mempercepat penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan cara memelihara ternak tersebut. Pemeliharaan ternak yang baik sangat mempengaruhi perkembangbiakan serta terjaminnya kesehatan ternak (Hernowo, 2006) peternak dalam memelihara ternaknya harus berdasarkan prinsip-prinsip pemeliharaan dan pembiakkan hewan tropis yaitu, pengawasan lingkungan, pengawasan status kesehatan, pengawasan pegawai, pengawasan makan dan air minum, pengawasan sistem pengelolaan dan pengawasan kualitas hewan ternak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Sistem pemeliharaan sapi potong meliputi tiga sistem, yaitu pemeliharaan secara intensif, pemeliharaan secara semi intensif dan pemeliharaan secara ekstensif. Pemeliharaan intensif sering digunakan di Indonesia, karena pemeliharaan sepenuhnya dilakukan di kandang. Sapi yang dipelihara secara intensif lebih efisien karena memperoleh perlakuan lebih teratur dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi (Sugeng, 2000). Sistem pemeliharaan secara semi intensif adalah ternak yang dipelihara dengan cara di kandangkan dan digembalakan. System pemeliharaan semi intensif yaitu sapi diternak di kandang dari awal sampai panen (Sugeng, 1996). Sistem pemeliharaan ekstensif adalah ternak yang dipelihara dengan cara dilepas dipadang pengembalaan.

2.3 Sistem Perkandangan

Secara umum kandang merupakan tempat tinggal sapi selama dalam tahap penggemukan. Kandang harus selalu dibersihkan setiap hari untuk menjaga sapi tetap sehat. Kandang yang baik tidak berdekatan dengan pemukiman, memiliki penanganan limbah dan ketersediaan air. Jarak kandang dengan pemukiman ± 100 meter, pembuangan limbah tersalurkan, persediaan air cukup dan jauh dari keramaian (Siregar, 2003). Kandang memiliki beberapa fungsi yaitu melindungi sapi, kenyamanan bagi ternak, lantai tidak licin untuk mengurangi resiko ternak terluka, memudahkan pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum dan mempermudah dalam pengawasan kesehatan ternak. (Abidin, 2002). Kandang sapi potong menjadi dua tipe yaitu kandang koloni dan kandang individu. Kandang koloni adalah kandang yang terdiri satu bangunan atau ruangan, tetapi digunakan untuk ternak dengan jumlah yang banyak. Sebuah kandang koloni yang berukuran 7m x 9m dapat menampung 20-25 ekor sapi, sedangkan kandang individu adalah kandang yang hanya terdiri dari satu ruangan dan hanya dihuni oleh satu ekor ternak. Keuntungan menggunakan kandang individu sebagai tempat penggemukan adalah ternak mudah jinak, tidak mudah stress dan pertambahan bobot badannya cepat. (Sarwono dan Hario, 2003).

 2.4 Manajemen Pakan

Pakan merupakan biaya tertinggi dalam usaha peternakan, dengan adanya manajemen pemberian pakan diharapkan mampu meingkatkan bobot badan ternak secara optimal sesuai dengan potensi genetik ternak. Pemberian pakan memeiliki dua metode, yaitu secara ad libitum dan restricted. Pemberian pakan secara ad libitum adalah pemberian pakan secara terus menerus dan pakan selalu tersedia, sedangkan pemberian pakan secara restricted pemberian pakan yang dibatasi. Pemberian pakan pada ternak perlu memeperhitungkan efisiensi biologis dan efisiensi ekonomis (Soewardi, 1974).

Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (kalkulasi) ebelumnya berdasarkan kebutuhan industri dan energy yang diperlukan. Retnani et al. (2011), menyatakan bahwa pakan merupakan faktor penentu produktivitas ternak, sehingga ketersediaan pakan yang berkualitas baik merupakan persyaratan untuk pengembangan ternak di suatu wilayah.

Tingkat konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologis, sebagai contoh sapi dewasa, finish sedangkan dapat engkonsumsi bahan kering minimal 1,4% dari bobot badan/hari, sedangkan sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3% dari bobot badan (Parakkasi, 1999).

Potensi genetic ternak untuk pertumbuhan dan konversi pakan dapat diperkirakan dengan mengetahui bangsa, jenis kelamin, ukuran tubuh dan riwayat sebelumnya. Pemberian pakan secara adlibitum dengan memberikan pakan biji-bijian, 100% konsentrat atau maksimum ditambahkan 10-15% hijauan terhadap konsentrat dimaksudkan untuk merealisasikan potensi genetic (Preston and willis, 1982).

Office International des Epizooties (2006), menjelaskan bahwa pakan komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar,  tanggal kadaluarsa dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebt harus utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan. Pakan yang dicampur atau di produksi sendiri mengandung resiko (bahaya) terdapatnya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencernaan bahan-bahan mentah harus dipastikan komposisinya yang tercampur dengan sempurna.

Menurut (Rianto dan Purbowati, 2009), menjelasakn bahwa pakan adalah zat yang ada di alam dan dikonsumsi oleh hewan untuk kepentingan tubuhnya yang berupa bahan pakan. Umumnya bahan pakan ternak terdiri dari dua macam yaitu pakan berserat (roughages) dan pakan penguat (konsentrat). Yang termasuk dalam kelompok bahan pakan berserat adalah hijauan (rumput alam, umput budidaya, leguminosa dan tanaman lainnya) serta limbah pertanian (jerami padi, daun/jerami jagung, pucuk tebu, jerami kacang tanah, dan lain-lain). Pahan pakan konsentrat terdiri dari biji-bijian,umbi-umbian, bahan pakan asal hewan, dan limbah industri pertanian. Untuk melengkapi kebutuhan ternak, biasanya diberi bahan pakan tambhan (feed additive), berupa vitamin, mineral, antibiotika, hormone, enzim dan lain-lain. Zat pakan sapi tergantung pada berat , fase pertumbuhan/reproduksi, dan laju pertumbuhan. Semua zat pakan dibutuhkan dalam proporsi yang seimbang satu sam lain. Oleh karenanya tidak ekonomis bila memberikan suatu zat pakan dalam jumlah yang berlebihan disbanding dengan zat pakan lainnya.

 2.5 Sumber dan Bahan Pakan

Khalil (1999), membagi pakan berdasarkan fungsinya yaitu : (1) sumber hijauan kering dan hijauan kasar misalnya jerami padi, rumput lapang, dan lamtoro; (2) sumber energy misalnya dedak padi, jagung sorgum, dan onggok; (3) sumber protein nabati misalnya bungkil kelapa sawit, bungkil kacang kedelai dan bungkil biji kapuk; (4) sumber protein hewani misalnya tepung ikan, tepung daging dan tulang, tepung darah dan tepung bulu ayam; dan (5) sumber mineral misalnya tepung tulang dan tepung kulit kerang, kapur, kalium karbonat, zeolite dan kromium. Sugeng (2001), menggolongkan bahan pakan sapi menjadi tiga, yakni pakan hijauan, pakan tambahan dan pakan penguat.

2.5.1  Pakan Hijauan

pakan hijauan adalah makan yang biasanya berupa tanam-tanaman dan mengandung serat kasar tinggi yang dapat dikonsumsi oleh ternak, (Firman, 2010). Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), pakan hijauan ialah semua bahan pakan yang brasal dari tanaman atau tumbuhan berupa dedaunan, terkadang termasuk batang , ranting dan bunga.

Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008), pakan hijauan termasuk dalam kelompok bangsa rumput (Gramineae), legume dan tumbuhan lainnya. Pemberian dapat dilakukan  dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar atau kering. Beberapa yang termasuk hijauan segar adalah hijauan yang diberikan dalam keadaan segar atau dalam bentuk silase. Silase adalah produk fermentasi hijauan segar dalam keadaa anaerob, sedangkan hijauan kering berupa hay adalah hijauan yang sengaja dikeringkan atau jerami kering.

2.5.2  Pakan Tambahan

         pakan tambahan digunakan dengan harapan bahwa proses penggemukan sapi dapat berlangsung dengan cepat, efisien, murah dan mudah diterapkan. Menurut Sugeng (2006),  pakan tambahan ternak sapi berupa vitamin, mineral dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif.

2.5.3  Pakan Penguat

pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung karbohidrat vitamin dan lemak yang tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah (tidak lebih dari 18%) serta lebih mudah dicerna. Konsentrat adalah makanan utama bagi tyernak sapi dengan pemeliharaan  feedlots (Siregar, 2003). Bahan konsentrat meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling, menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes dan berbagai umbi (Sugeng, 2001).

Sarwono dan Hario (2003), mengemukakan beberapa jenis pakan tambahan yang sudah dipasarkan dalam uisaha penggemukan sapi potong diantaranya adalah bossdext, starbio dan bioplus. Bossdext tergolong pakan cair yang terdiri dari enzim ekstrak tumbuhan pilihan untuk meningkatkan proses pencernaan sapi. Enzim tersebut berperan mengoptimalkan penyerapan dan efisiensi penggunaan pakan. Starbio dan Bioplus merupakan pakan tambahan berupa serbuk. Starbio merupakan pakan yang terdiri dari koloni bakteri mikroba yang berasal dari ternak ruminansia dan dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun yang telah membusuk. Starbio bergua untuk meningkatkan daya cerna sapi terhadap pakan berserat tinggi. Bioplus terdiri dari bakteri yang menguntungkan seperti Lactobacillus, Steptomyces sp dan cendawan fermentasi lainnya.

 2.6 Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan perkembahngan berhubungan dengan perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak sapi  dimulai sejak awal terjadinya pembuahan sampai dengan pedet lahir,  dilanjutkan hingga sapi menjadi dewasa (Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et al. (1991), pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti  sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.

Menurut Samsudin et al. (1989), pertambahan bobot badan sapi tidak akan tinggi apabila ransum yang diberikan hanya rumput-rumputan saja. Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi akan diperoleh apabila ransum yang diberikan terdiri dari rumput-rumputan yang dicampur atau disuplemen dengan hijauan yang berkualitas tinggi seperti daun gamal, lamtoro, atau jenis leguminosa lainnya.


2.7 Tanda Sehat dan Sakit pada Sapi Potong

    Tanda-tanda  sapi sehat sebagai berikut :

    a.       Nafsu makan besar

    b.      Minum teratur (± 8 kali sehari)

    c.       Mata merah, jernih da tajam, hidung bersih, memamahbiak bila istirahat

    d.      Kotoran normal dan tidak berubah dari hari ke hari

    e.       Telinga sering digerakkan, kaki kuat, mulut basah

    f.       Temperature tubuh normal (38,5-39)ºC dan lincah

    g.      Jarak/siklus birahi ternak teratur (terutama sapi betina/induk)

 

Tanda-tanda sapi sakit sebagai berikut :

    a.       Mata suram, cekung, mengantuk, telinga terkulai

    b.      Nafsu makan berkurang, minumnya sedikit dan lambat

    c.       Kotoran sedikit, mungkin diare atau kering dank eras

    d.      Badan panas, detak jantung dan pernafasan tidak normal

    e.       Badan menyusut, berjala sempoyongan

    f.       Kulit tidak elastis, bulu kusut, mulut dan hidung keing

    g.      Temperature tubuh naik turun

      Dalam peternakan sapi potong ada berbagai jenis penyakit, baik itu yang disebabkan oleh manajemen yang kurang baik, bakteri, virus, parasite dan agen penyebab penyakit lainnya.

 

2.8 Penyakit Pada Sapi Potong

2.8.1 Kembung (Bloat)

Kenbung atau Bloat adalah keadaan rumen yang mengembang, membesar akibat kelebihan gas yang tidak bias keluar. Penyakit kembung disebabkan oleh tersumbatnya saluran gas dalam tubuh sapi, akibatnya pencernaan tidak lancer dan bagian perut rumen membesar. Penyebab kembung adalah pada pemberian pakan yang dapat menimbulkan gas pada rumen. Menurut Sitepoe (2008), pemberian pakan yang masih muda dan tanaman kacang-kacangan secara berlebihan dapat memicu timbulnya kembung pada ternak. Gejala yang ditimbulkan bias any adalah lambung sebelah kiri atas membesar dan kencang, bila dipukul menggunakan jari akan berbunyi seperti drum akibat rentangan perut yang begitu kencang, pernafasan terganggu dan bekerja berat, demikian kontraksi rumen yang sangat kuat (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Gejala klinis lainnya ternak sulit bernafas atau bernafas menggunakan mulu, hidung kering, nafsu makan menurun atau tidak makan sama sekali, ternak merasa tidak nyaman, menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ngais perutnya, sering mengejang dan mengeluarkan urin, tidak dapat berdiri dan bisa mengakibatkan kematian. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya tidak memberikan pakan leguminosa yang muda atau segar. Pemberian pakan leguminosa dilaykan terlebih dahulu pada system perkandangan. Sebaiknya sapi dilepas pada pukul 10.00 setelah matahari cukup terik. 

2.8.2  Scabies

Scabies atau kudis adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai pada ternak. Penyakit ini bersifat zoonosis dan dapat menular pada manusia. Scabies disebabkan oleh serangan tungau (Muktiani, 2011). Daerah yang terinffeksi akan mengalami iritasi hebat yaitu pada kulit terkelupas dan menyebabkan kulit luka dan lecet-lecet (Soulsby, 1982), sehingga terjadi pendarahan pada tubuh tersebut, mengeluarkan cairan eksudat yang menggumpal, melumpuh, bernanah dan berbentuk kerak dipermukaan kulit. Jika kondisi tersebut berlanjut kesehatan sapi akan terganggu sehingga terjadi penurunan bobot badan serta penurunan kualitas karkas dan kulit.

2.8.3  Pheneumonia

Pheneumonia merupakan radang paru-paru yang berlangsung akut, atau kadang-kadang kronik. Radang paru-paru pada sapi disebabkan oleh bakteri, jamur atau infeksi virus (Subroto, 2008). Gejala yang muncul ketika sapi terserang penyakit pheneumonia yaitu batuk, suara abnormal, dyspnoe, dan kenaikan suhu tubuh (Rianto dan Purbowati, 2009). Subroto (2003). Menyatakan bahwa pheneumonia dapat terjadi karena pengelolaan peternakan dan lingkungan yang kurang baik seperti ternak terus menerus dikandang, fentilasi kandang kurang baik dan jumlah ternak berlebihan dalam kandang. Pencegahan penyakit  pheneumoia dengan mengurangi stress pada ternak, kebersihan kandang dan kelembaban udara kandang. Penyakit  pheneumonia dapat disembuhkan apabila perawatannya baik dan diberi suntikan antibiotic, menempatkan ternak sakit pada kandang terpisah yang bersih dan berfentilasi baik, serta diberikan pakan segar yang bergizi (Sarwono, 1993).

2.8.4  Diare

Penyakit diare sering menyerang ternak sapi, diare disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, Colostridum sp, gangguan makanan dan udara dingin. Diare adalah penyakit yang menyerang system pencernaan yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun protozoa (Subronto, 2008). Gejala penyakit diare yaitu feses sapi berbentuk encer terus menerus, dan berbau busuk, kondisi tubuh sapi lemes, kotoran yang keluar berwarna hijau muda atau kuning kehijauan. Gangguan diare dapat menyebabkan penurunan bobot badan ternak (Yilianto dan Saparinto, 2011).

2.8.5  Abses

Abses merupakan kumpulan nanah (netrifil yang mati) yang berada dalam jaringan tubuh yang biasa terjadi pada daerah kulit menimbulkan luka yang cukup serius. Gejala khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya terowongan (Boden, 2005). Bila dibiarkan akan berbahaya karena abses dapat berpindah-pindah dari jaringan satu kejaringan yang lain melalui peredaran darah (Murtidjo, 1995).

2.8.6  Pincang dan Patah Tulang

Pincang dan patah tulang pada sapi dapat menyebabkan bobot badan sapi akan menurun dan mudah terserang penyakit. Pincang dan patah tulang ini disebabkan oleh benturan yang keras pada saat pemindaan pen atau mutase kandang, perkelahian antar sapi dan pincang dapat terjadi pada saat pembongkaran sapi dari kapal ke truk maupun dari truk ke cattle yard.

Gejala yang ditimbulkan adalah sapi berjalan pincang dan kaki yang sakit tidak menyentuh tanah. Cara pengobatan sapi yang terkena patah tulang yaitu dilakukan potong reject disebabkan sapi yang patah tulang akan sulit diobati dan pengobatan sapi yang pincang dilakukan pemisahan kandang untuk diberikan perawatan khusus.

 

2.9 Pencegahan Penyakit

Upaya pencegahan penyakit yang dilakukan yaitu dengan memperhatikan kondisi ternak dan bioskuriti. Biosekuriti merupakan suatu langkah-langkah manajemen yang harus dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk kedalam peternakan dan untuk mencegah penyakit yang ada dipeternakan keluar menulari peternakan yang lain atau masyarakat sekitar (Payne 2002).

Program biosekuriti yang dilakukan yaitu dengan cara sanitasi, desinfektan dan pemantauan terhadap sapi-sapi yang baru dating. Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan perpindahan dari penyakit tersebut (Astiti, 2010). Sanitasi kandang lama dilakukan dengan cara menyemprotkan air dengan kekuatan tinggi pada lantai kandang. Feses yang terbuang akan langsung mengalir ketempat penampungan limbah. Sanitasi kandang baru dilakukan dengan cara mengeruk feses menggunakan alat bot-cat dan dibawa menggunakan truk pengangkut menuju penampungan limbah. Penyemprotan disinfektan yang dilakukan dengan cara menyemprotkan disetiap kendaraan dan bahan baku konsentrat maupun hijauan yang akan masuk kedalam perusahaan.

 

2.10 Pengendalian Penyakit

      Pengendalian penyakit pada sapi potong dibagi menjadi dua, yaitu preventif dan kuratif. Preventif adalah suatu tindakan kegiatan pencegahan penyakit, usaha yang dilakukan yaitu sanitasi dan menjaga kebersihan ternak. Kebersihan kandang dan ternak harus selalu diperhatikan, demiian juga dengan peralatan yang digunakan agar tidak terserang penyakit (Bandini, 1999). Kuratif adalah suatu tindakan kegiatan pengobatan penyakit, ternak yang terkena penyakit harus segera diobati agar tidak mempengaruhi produktivitas dan tidak menular. Pemberian obat, vitamin dan obat cacing secara teratur berguna untuk menjaga kesehatan dan mengobati ternak dari penyakit (Djarijah, 1996).

 

III MATERI DAN METOD

3.1 Waktu dan Tempat

Kuliah Kerja Lapangan ini dilaksanakan pada tanggal, 06 Agustus sampai 04 September 2020 di CV. Wahyu Farm Sejahtera yang beralamat di Kp. Peundeuy Rt 003/006 No. 53, Pandansari, Kec. Ciawi, Bogor, Jawa Barat 16720

 3.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup pada Kuliah Kerja Lapangan ini lebih menekankan pada manajemen kesehatan sapi potong, maka materi pengamatan lapangan ini meliputi :

1.      Pemeriksaan kesehatan hewan

2.      Pencegahan penyakit

3.      Pengobatan

4.      Penanganan Kesehatan

5.      Pemberian vitamin dan suplemen

6.      Pemberian pakan

7.      Sanitasi Kandang dan lingkungan

8.      Pengelolaan Limbah

 3.3 Metode Kerja

Metode yang dipakai dalam Kuliah Kerja Lapangan ini adalah praktik langsung mengikuti jadwal dan kegiatan yang berlangsung di perusahaan tempat kuliah kerja lapangan. Selanjutnya, untuk mengungkapkan kondisi umum perusahaan dilakukan dengan cara menganalisis data, baik data primer maupun data sekunder.

Data primer disini adalah data yang didapat dari tempat praktik lapangan melalui cara observasi kondisi umum perusahaan, dan dengan melihat catatan (recording) perusahaan. Sementara yang dimaksud dengan data sekunder disini adalah semua data yang bersumber dari selain perusahaan tempat praktik lapangan, seperti data yang didapat dari sumber-sumber penelitian dan jurnal.

 

 DAFTAR PUSTAKA

 

A, Djarijah. S. (1996). Usaha Ternak Sapi. Yogyakarta: Kanisius.

Abidin Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Akoso BT. Kesehatan Sapi. Panduan bagi petugas teknos, mahasiswa, penyuluh dan peternak. 1996. Kanisius Yogyakarta. Subronto.

Aminah S.2003. strategi penanggulangan penyakit cacing pada ternak domba melalui pendekatan partisipatif di Kabupaten Purwakarta. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Penelliti, p: 81-87.

Bandini, Y. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta

Blakely, J. dan D. H. Bade, 1992. Pengantar Ilmu Peternakan. Penerjemah: B. Srigandono.

            Cet. Ke-2. Gajah Mada Univesity Press. Yogyakarta.

Firman. A.2010. Agribisnis Sapi Perah Dari Hulu Sampai Hilir.

            Wadya Padjadjaran. Bandung

Handoko J. 2008. Kesehatan Ternak. Suska Press. Pekanbaru.

Hernowo B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. Program Stadi Sosial Ekonomi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Khalil. 1999. Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadap Sifat Fisik Pakan. Media Peternakan 22 (1) : 1-11 melalui Perbaikan Pakan dan Frekuensi Pemberiannya. JITV. 6 (2) : 76-82

Murtidjo BA. Ilmu Penyakit Ternak .1995. Edisi I. Gadjah Mada University Press.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.

Preston TR, Willis MB. 1982. Intensif Beef Production The Second Ed. Pergamon Press. Oxford-New Yorko-Toronto-Sydney-Paris_Frankfurt.

Rianto EP, Endang. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Santosa, U. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya, Jakarta

Sarwono, B. dan Arianto. 2001.  Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.

Penebar Swadaya. Jakarta.

 

Siregar, S. B. 1996. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta.

__________. 2003. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Soewardi, B. 1974. Gizi Ruminansia. Volume I. Departemen Makanan Ternak. Fakultas

Peternakan. Institute Pertanian Bogor. Bogor.

Soulsby, E. J. L. 1982. Helminths, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7th

Edition. Bailliere Tindall. London.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mammalia) 1. Gadjah Mada University

Press.Yogyakarta

Sudarmono, Sugeng YB. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Semarang.

Sugeng, Y. B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suhardono W, Partoutomo SW. 1997. Strategi Penanggulangan Fasciolasis oleh Fasciola Gigantica Secara Terpadu pada Ternak yang Dipelihara di Lahan Pertanian dengan Sistem Irigasi Intensif. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. p:112-135

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI-Press, Jakarta.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Yulianto P, Saparinto C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Jakarta.

Penebar Swadaya