MANAJEMEN PAKAN DAN KESEHATAN SAPI
POTONG DI PETENAKAN CV. WAHYU FARM SEJAHTERA
CIAWI BOGOR JAWA BARAT
KULIAH KERJA LAPANGAN
SURYA EKA TABARA
A.1510652
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
2020
DAFTAR ISI
2.7 Tanda Sehat dan Sakit
pada Sapi Potong
Pembangunan peternakan merupakan sector
strategis dalam upaya ketahanan pangan yang berkualitas. Sementara itu
pemenuhan akan kebutuhan selalu negative, yang artinya jumlah permintaan lebih
tinggi dari pada peningkatan produksi daging sapi sebagai konsumsi. Dalam
pengadaan daging sapi dewasa pemerintah menghadapi masalah serius, karena
keterbatasan stok ternak, penurunan populasi, dan berkurangnya impor sapi dari
luar negeri sejak terjadinya krisis moneter di negeri kita beberapa tahun
terakhir ini.
Namun demikian, dalam perkembangan sapi
potong di Indonesia masih saja terjadi pertumbuhan populasi negatif akibat
tidak seimbangnya antara permintaan pasar dan laju repoduksinya. Masih
banyaknya penyakit hewan menular,
stategis yang belum ditangani secara komprehensif. Visi pembagunan peternakan
tahun 2005-2009 adalah “Ternak Sehat, Negara Kuat” (Better and Healthy
Livestock Towards Better Community). Visi ini dirasakan tepat sekali, karena
selama ini pengembangan ternak usaha ternak termasuk ternak sapi potong, masih
berkendala dengan masalah kesehatan hewan, termasuk hewan menular strategis
(PHMS).
Usaha untuk meningkatkan pedangan
daging sapi dapat dilakukan dalam usahan feedlot.
Feedlot adalah pemeliharaan sapi didalam kandang tertentu, tidak
dipekerjakan tetapi hanya diberi pakan dengan nutrient yang optimal untuk
meningkatkan berat badan dan kesehatan sapi (Darmono, 1993). Usaha terak sapi
potong akan berhasil apabila faktor penunjangnya (pakan) memperoleh perhatian
penuh, disamping faktor genetis. Oleh karena itu bibit sapi yang baik harus
diimbangi dengan pemberian pakan yang baik pula dan cukup memenuhi kebutuhan
nutriennya. Adapun fungsi lain dari pakan adalah untuk mempertahankan daya
tahan tubuh dan kesehatan.
Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat
disediakan dalam bentuk hijauan atau konsentrat, dan yang terpenting adalah
pakan harus memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, serta vitamin dan
mineral. Secara alamiah pakan utama ternak sapi baik potong maupun perah adalah
hijauan, dapat berasal dari rumput alam atau lapang, rumput unggul, leguminiosa dan limbah pertanian
serta tanaman hijauan lainnya. Namun
permasalahan yang ada bahwa hijauan di
daerah tropis sepeti di wilayah
Indonesia mempunyai kualitas yang kurang baik sehingga untuk memenuhi kebutuhan
gizi ternak tersebut perlu ditambah dengan pemberian pakan konsentrat (Siregar,
1996).
Handoko (2008), menyatakan kesehatan
ternak atau ternak adalah suatu status kondisi tubuh ternak dengan seluruh sel
yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara fisiologis berfungsi
normal. Pendekatan mendasar yang diperlukan peternak agar tidak rugi secara
ekonomis adalah mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit dengan cara
tanggap terhadap kondisi kesehatan ternaknya. Penyakit pada ternak dapat
disebabkan oleh ektoparasit maupun endoparasit. Kandang memiliki beberapa
fungsi penting dalam suatu usaha sapi potong yaitu melindungi sapi potong dari
cuaca, tempat sapi beristirahat dengan nyaman, mengontrol sapi agar tidak
merusak tanaman disekitar lokasi peternakan, melindungi sapi dari hewan
pengganggu, memudahkan pemeliharaan, terutama pemberian pakan, minum dan
mempermudah pengawasan kesehatan (Abidin, 2002). Lingkungan kandang yang kotor
sangat memungkinkan berkembangnya endoparasit, salah satunya cacing. Selain
lingkungan kandang, pakan yang tercemar cacing atau telur cacing dapat menjadi sumber
penularan (Suhardono et al., 1997:
Aminah, 2003). Ternak yang terinfeksi cacing tidak menunjukkan gejala yang
signifikan akan tetapi hal ini akan berdampak pada penurunan produktivitas
ternak. Infeksi cacing yang berlebih dapat menyebabkan anemia pada ternak.
Penyakit merupakan faktor yang berpengaruh dalam suatu usaha produksi ternak, karena akan menurunkan produktivitas baik daging maupun susu. Menurut Williamson dan Payne (1993), pendekatan mendasar yang diperlukan peternak agar tidak rugi secara ekonomi adalah mempertahankan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan cara tanggap terhadap kondisi kesehatan ternaknya. Penyakit pada ternak dapat disebabkan oleh ektoparasit maupun endoparasit. Lingkungan kandang yang kotor sangat memungkinkan berkembangnya endoparasit, salah satunya cacing. Selain lingkungan kandang, pakan yang tercemar cacing atau telur cacing dapat menjadi sumber penularan (Suhardono et al., 1997; Aminah, 2003). Ternak yang terinfeksi cacing tidak menunjukkan gejala yang signifikan akan tetapi hal ini akan berdampak pada penurunan produktivitas ternak. Infeksi cacing yang berlebih dapat menyebabkan anemia pada ternak.
a. Tujuan Umum Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
1. Mahasiswa memperoleh pengalaman yang berharga dengan mengenali kegiatan dilapangan kerja khususnya dibidang peternakan secara luas.
2. Meningkatkan pemahaman kepada mahasiswa menganai hubungan antara teori dan penerapannya, serta factor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat menjadi bekal bagi mahasiswa dalam terjun ke masyarakat.
b. Tujuan Khusus Kuliah Kerja Lapangan (KKL)
1. Mengetahui secara langsung kondisi umum di CV. Wahyu Farm Sejahtera, yaitu mencakup sejarah berdirinya peternakan, kondisi umum peternakan, struktur organisasi, sumberdaya manusia dan analisis usaha.
2. Mengetahui segala aspek yang terkait dengan kegiatan yang ada dipeternakan, khususnya dalam hal manajemen pakan dan kesehatan.
Manfaat dari kuliah kerja lapangan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui kesesuaian dan penerapan ilmu yang dipelajari dengan keadaan di lapangan.
2. Mengetahui faktor-faktor eksternal di lapangan yang mempengaruhi pengaplikasian teori atau ilmu dan menambah pengalaman serta keterampilan kerja.
3. Mahasiswa mampu berkomunikasi dan bersosialisasi dengan pihak lingkungan perusahaaN khususnya dan masyarakat luas umumnya.
Sapi potong merupakan ternak ruminansia,
yang dipelihara bertujuan untuk manghasilkan daging. Ciri-ciri sapi potong
memiliki pertambahan bobot bahan yang baik, berbadan besar dan efisiensi pakan tinggi.
Bangsa (breed) sapi merupakan sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik
tertentu yang sama. Dasar karakteristik tersebut, mereka dapat dibedakan dari
ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang
dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi potong merupakan salah
satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Sapi dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan manusia,
terutama bahan makanan berupa daging, disamping hasil lainnya seeperti pupuk
kandang, kulit dan tulang (wahyono dan hardianto, 2004).
Menurut Blakely and Bade,(1992) bangsa
sapi memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub
Phylum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub
Class : Theria, Eutheria
Ordo : Artiodactyla
Sub
Ordo : Ruminatia, Pecora
Family : Bovidae
Genus : Bos (cattle)
Species : B. primigenius
Sub
Species : B. P. Taurus, B. P. Indicus, B. P. Sondaicus
Jenis sapi keturunan Bos indicus adalah sapi Brahman, Ongole dan Peranakan Ongol (PO). Sapi keturunan Bos taurus antara lain Aberdeen Angus, Hereford, Shorthon, Charolais, Simmental dan Limousin. Keturunan Bos sondaicus atau sapi asli Indonesia yaitu sapi Bali, sapi Madura, sapi Jawa, sapi Sumatra dan sapi local lainnya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan
populasi dan mempercepat penyebaran ternak besar oleh peternak adalah dengan
cara memelihara ternak tersebut. Pemeliharaan ternak yang baik sangat
mempengaruhi perkembangbiakan serta terjaminnya kesehatan ternak (Hernowo,
2006) peternak dalam memelihara ternaknya harus berdasarkan prinsip-prinsip
pemeliharaan dan pembiakkan hewan tropis yaitu, pengawasan lingkungan,
pengawasan status kesehatan, pengawasan pegawai, pengawasan makan dan air
minum, pengawasan sistem pengelolaan dan pengawasan kualitas hewan ternak
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Sistem pemeliharaan sapi potong meliputi tiga sistem, yaitu pemeliharaan secara intensif, pemeliharaan secara semi intensif dan pemeliharaan secara ekstensif. Pemeliharaan intensif sering digunakan di Indonesia, karena pemeliharaan sepenuhnya dilakukan di kandang. Sapi yang dipelihara secara intensif lebih efisien karena memperoleh perlakuan lebih teratur dalam hal pemberian pakan, pembersihan kandang, memandikan sapi (Sugeng, 2000). Sistem pemeliharaan secara semi intensif adalah ternak yang dipelihara dengan cara di kandangkan dan digembalakan. System pemeliharaan semi intensif yaitu sapi diternak di kandang dari awal sampai panen (Sugeng, 1996). Sistem pemeliharaan ekstensif adalah ternak yang dipelihara dengan cara dilepas dipadang pengembalaan.
Secara
umum kandang merupakan tempat tinggal sapi selama dalam tahap penggemukan.
Kandang harus selalu dibersihkan setiap hari untuk menjaga sapi tetap sehat.
Kandang yang baik tidak berdekatan dengan pemukiman, memiliki penanganan limbah
dan ketersediaan air. Jarak kandang dengan pemukiman ± 100 meter, pembuangan
limbah tersalurkan, persediaan air cukup dan jauh dari keramaian (Siregar,
2003). Kandang memiliki beberapa fungsi yaitu melindungi sapi, kenyamanan bagi
ternak, lantai tidak licin untuk mengurangi resiko ternak terluka, memudahkan
pemeliharaan, terutama dalam pemberian pakan, minum dan mempermudah dalam
pengawasan kesehatan ternak. (Abidin, 2002). Kandang sapi potong menjadi dua
tipe yaitu kandang koloni dan kandang individu. Kandang koloni adalah kandang
yang terdiri satu bangunan atau ruangan, tetapi digunakan untuk ternak dengan
jumlah yang banyak. Sebuah kandang koloni yang berukuran 7m x 9m dapat
menampung 20-25 ekor sapi, sedangkan kandang individu adalah kandang yang hanya
terdiri dari satu ruangan dan hanya dihuni oleh satu ekor ternak. Keuntungan
menggunakan kandang individu sebagai tempat penggemukan adalah ternak mudah
jinak, tidak mudah stress dan pertambahan bobot badannya cepat. (Sarwono dan
Hario, 2003).
Pakan
merupakan biaya tertinggi dalam usaha peternakan, dengan adanya manajemen
pemberian pakan diharapkan mampu meingkatkan bobot badan ternak secara optimal
sesuai dengan potensi genetik ternak. Pemberian pakan memeiliki dua metode,
yaitu secara ad libitum dan restricted. Pemberian pakan secara ad libitum adalah pemberian pakan secara
terus menerus dan pakan selalu tersedia, sedangkan pemberian pakan secara restricted pemberian pakan yang
dibatasi. Pemberian pakan pada ternak perlu memeperhitungkan efisiensi biologis
dan efisiensi ekonomis (Soewardi, 1974).
Ransum
adalah pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari berbagai
jenis bahan pakan yang sudah dihitung (kalkulasi) ebelumnya berdasarkan
kebutuhan industri dan energy yang diperlukan. Retnani et al. (2011), menyatakan bahwa pakan merupakan faktor penentu
produktivitas ternak, sehingga ketersediaan pakan yang berkualitas baik
merupakan persyaratan untuk pengembangan ternak di suatu wilayah.
Tingkat
konsumsi ransum sapi berbeda-beda bergantung pada status fisiologis, sebagai
contoh sapi dewasa, finish sedangkan
dapat engkonsumsi bahan kering minimal 1,4% dari bobot badan/hari, sedangkan
sapi kebiri umur 1 tahun dengan hijauan berkualitas baik dapat mengkonsumsi 3%
dari bobot badan (Parakkasi, 1999).
Potensi
genetic ternak untuk pertumbuhan dan konversi pakan dapat diperkirakan dengan
mengetahui bangsa, jenis kelamin, ukuran tubuh dan riwayat sebelumnya.
Pemberian pakan secara adlibitum
dengan memberikan pakan biji-bijian, 100% konsentrat atau maksimum ditambahkan
10-15% hijauan terhadap konsentrat dimaksudkan untuk merealisasikan potensi
genetic (Preston and willis, 1982).
Office International
des Epizooties (2006), menjelaskan bahwa pakan
komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan
komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan
benar, tanggal kadaluarsa dan identitas
perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebt harus utuh tanpa cacat yang dapat
mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording
kualitas bahan pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai
dengan label, serta tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak
diperbolehkan. Pakan yang dicampur atau di produksi sendiri mengandung resiko
(bahaya) terdapatnya residu bahan kimia, tumbuhnya jamur dan kapang. Proses
pencernaan bahan-bahan mentah harus dipastikan komposisinya yang tercampur
dengan sempurna.
Menurut
(Rianto dan Purbowati, 2009), menjelasakn bahwa pakan adalah zat yang ada di
alam dan dikonsumsi oleh hewan untuk kepentingan tubuhnya yang berupa bahan
pakan. Umumnya bahan pakan ternak terdiri dari dua macam yaitu pakan berserat
(roughages) dan pakan penguat (konsentrat). Yang termasuk dalam kelompok bahan
pakan berserat adalah hijauan (rumput alam, umput budidaya, leguminosa dan
tanaman lainnya) serta limbah pertanian (jerami padi, daun/jerami jagung, pucuk
tebu, jerami kacang tanah, dan lain-lain). Pahan pakan konsentrat terdiri dari
biji-bijian,umbi-umbian, bahan pakan asal hewan, dan limbah industri pertanian.
Untuk melengkapi kebutuhan ternak, biasanya diberi bahan pakan tambhan (feed
additive), berupa vitamin, mineral, antibiotika, hormone, enzim dan lain-lain.
Zat pakan sapi tergantung pada berat , fase pertumbuhan/reproduksi, dan laju
pertumbuhan. Semua zat pakan dibutuhkan dalam proporsi yang seimbang satu sam
lain. Oleh karenanya tidak ekonomis bila memberikan suatu zat pakan dalam
jumlah yang berlebihan disbanding dengan zat pakan lainnya.
Khalil
(1999), membagi pakan berdasarkan fungsinya yaitu : (1) sumber hijauan kering
dan hijauan kasar misalnya jerami padi, rumput lapang, dan lamtoro; (2) sumber
energy misalnya dedak padi, jagung sorgum, dan onggok; (3) sumber protein
nabati misalnya bungkil kelapa sawit, bungkil kacang kedelai dan bungkil biji
kapuk; (4) sumber protein hewani misalnya tepung ikan, tepung daging dan
tulang, tepung darah dan tepung bulu ayam; dan (5) sumber mineral misalnya
tepung tulang dan tepung kulit kerang, kapur, kalium karbonat, zeolite dan
kromium. Sugeng (2001), menggolongkan bahan pakan sapi menjadi tiga, yakni
pakan hijauan, pakan tambahan dan pakan penguat.
2.5.1
Pakan
Hijauan
pakan
hijauan adalah makan yang biasanya berupa tanam-tanaman dan mengandung serat
kasar tinggi yang dapat dikonsumsi oleh ternak, (Firman, 2010). Menurut
Sudarmono dan Sugeng (2008), pakan hijauan ialah semua bahan pakan yang brasal
dari tanaman atau tumbuhan berupa dedaunan, terkadang termasuk batang , ranting
dan bunga.
Menurut
Sudarmono dan Sugeng (2008), pakan hijauan termasuk dalam kelompok bangsa
rumput (Gramineae), legume dan
tumbuhan lainnya. Pemberian dapat dilakukan
dalam dua macam bentuk, yakni hijauan segar atau kering. Beberapa yang
termasuk hijauan segar adalah hijauan yang diberikan dalam keadaan segar atau
dalam bentuk silase. Silase adalah produk fermentasi hijauan segar dalam keadaa
anaerob, sedangkan hijauan kering
berupa hay adalah hijauan yang
sengaja dikeringkan atau jerami kering.
2.5.2
Pakan
Tambahan
pakan tambahan digunakan dengan harapan bahwa proses penggemukan sapi dapat berlangsung dengan cepat, efisien, murah dan mudah diterapkan. Menurut Sugeng (2006), pakan tambahan ternak sapi berupa vitamin, mineral dan urea. Pakan tambahan dibutuhkan oleh sapi yang dipelihara secara intensif.
2.5.3 Pakan Penguat
pakan
penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung karbohidrat vitamin dan
lemak yang tinggi dengan kadar serat kasar yang relatif rendah (tidak lebih
dari 18%) serta lebih mudah dicerna. Konsentrat adalah makanan utama bagi
tyernak sapi dengan pemeliharaan feedlots (Siregar, 2003). Bahan konsentrat
meliputi bahan makanan yang berasal dari biji-bijian seperti jagung giling,
menir, hasil ikutan pertanian atau pabrik seperti dedak, bungkil kelapa, tetes
dan berbagai umbi (Sugeng, 2001).
Sarwono
dan Hario (2003), mengemukakan beberapa jenis pakan tambahan yang sudah
dipasarkan dalam uisaha penggemukan sapi potong diantaranya adalah bossdext, starbio dan bioplus. Bossdext tergolong pakan cair
yang terdiri dari enzim ekstrak tumbuhan pilihan untuk meningkatkan proses
pencernaan sapi. Enzim tersebut berperan mengoptimalkan penyerapan dan
efisiensi penggunaan pakan. Starbio
dan Bioplus merupakan pakan tambahan
berupa serbuk. Starbio merupakan
pakan yang terdiri dari koloni bakteri mikroba yang berasal dari ternak
ruminansia dan dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun
yang telah membusuk. Starbio bergua
untuk meningkatkan daya cerna sapi terhadap pakan berserat tinggi. Bioplus terdiri dari bakteri yang
menguntungkan seperti Lactobacillus,
Steptomyces sp dan cendawan fermentasi lainnya.
Pertumbuhan
adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur, sedangkan
perkembahngan berhubungan dengan perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai
bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada
ternak sapi dimulai sejak awal
terjadinya pembuahan sampai dengan pedet lahir,
dilanjutkan hingga sapi menjadi dewasa (Parakkasi, 1999). Menurut
Tillman et al. (1991), pertumbuhan
biasanya dimulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya
perlahan-lahan lagi atau sama sekali berhenti
sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid.
Menurut
Samsudin et al. (1989), pertambahan
bobot badan sapi tidak akan tinggi apabila ransum yang diberikan hanya
rumput-rumputan saja. Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi akan diperoleh
apabila ransum yang diberikan terdiri dari rumput-rumputan yang dicampur atau
disuplemen dengan hijauan yang berkualitas tinggi seperti daun gamal, lamtoro,
atau jenis leguminosa lainnya.
2.7 Tanda Sehat dan Sakit pada Sapi Potong
Tanda-tanda sapi sehat sebagai berikut :
a. Nafsu
makan besar
b. Minum
teratur (± 8 kali sehari)
c. Mata
merah, jernih da tajam, hidung bersih, memamahbiak bila istirahat
d. Kotoran
normal dan tidak berubah dari hari ke hari
e. Telinga
sering digerakkan, kaki kuat, mulut basah
f. Temperature
tubuh normal (38,5-39)ºC dan lincah
g. Jarak/siklus
birahi ternak teratur (terutama sapi betina/induk)
Tanda-tanda
sapi sakit sebagai berikut :
a. Mata
suram, cekung, mengantuk, telinga terkulai
b. Nafsu
makan berkurang, minumnya sedikit dan lambat
c. Kotoran
sedikit, mungkin diare atau kering dank eras
d. Badan
panas, detak jantung dan pernafasan tidak normal
e. Badan
menyusut, berjala sempoyongan
f. Kulit
tidak elastis, bulu kusut, mulut dan hidung keing
g. Temperature
tubuh naik turun
Dalam peternakan sapi potong ada berbagai
jenis penyakit, baik itu yang disebabkan oleh manajemen yang kurang baik,
bakteri, virus, parasite dan agen penyebab penyakit lainnya.
2.8.1 Kembung (Bloat)
Kenbung atau Bloat adalah keadaan rumen yang mengembang, membesar akibat kelebihan gas yang tidak bias keluar. Penyakit kembung disebabkan oleh tersumbatnya saluran gas dalam tubuh sapi, akibatnya pencernaan tidak lancer dan bagian perut rumen membesar. Penyebab kembung adalah pada pemberian pakan yang dapat menimbulkan gas pada rumen. Menurut Sitepoe (2008), pemberian pakan yang masih muda dan tanaman kacang-kacangan secara berlebihan dapat memicu timbulnya kembung pada ternak. Gejala yang ditimbulkan bias any adalah lambung sebelah kiri atas membesar dan kencang, bila dipukul menggunakan jari akan berbunyi seperti drum akibat rentangan perut yang begitu kencang, pernafasan terganggu dan bekerja berat, demikian kontraksi rumen yang sangat kuat (Sudarmono dan Sugeng, 2008). Gejala klinis lainnya ternak sulit bernafas atau bernafas menggunakan mulu, hidung kering, nafsu makan menurun atau tidak makan sama sekali, ternak merasa tidak nyaman, menghentakkan kaki atau berusaha mengais-ngais perutnya, sering mengejang dan mengeluarkan urin, tidak dapat berdiri dan bisa mengakibatkan kematian. Untuk mengatasi hal ini sebaiknya tidak memberikan pakan leguminosa yang muda atau segar. Pemberian pakan leguminosa dilaykan terlebih dahulu pada system perkandangan. Sebaiknya sapi dilepas pada pukul 10.00 setelah matahari cukup terik.
2.8.2
Scabies
Scabies
atau kudis adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai
pada ternak. Penyakit ini bersifat zoonosis dan dapat menular pada manusia. Scabies disebabkan oleh serangan tungau
(Muktiani, 2011). Daerah yang terinffeksi akan mengalami iritasi hebat yaitu
pada kulit terkelupas dan menyebabkan kulit luka dan lecet-lecet (Soulsby,
1982), sehingga terjadi pendarahan pada tubuh tersebut, mengeluarkan cairan
eksudat yang menggumpal, melumpuh, bernanah dan berbentuk kerak dipermukaan
kulit. Jika kondisi tersebut berlanjut kesehatan sapi akan terganggu sehingga
terjadi penurunan bobot badan serta penurunan kualitas karkas dan kulit.
2.8.3
Pheneumonia
Pheneumonia
merupakan radang paru-paru yang berlangsung akut, atau
kadang-kadang kronik. Radang paru-paru pada sapi disebabkan oleh bakteri, jamur
atau infeksi virus (Subroto, 2008). Gejala yang muncul ketika sapi terserang
penyakit pheneumonia yaitu batuk, suara abnormal, dyspnoe, dan kenaikan suhu tubuh (Rianto dan Purbowati, 2009).
Subroto (2003). Menyatakan bahwa pheneumonia
dapat terjadi karena pengelolaan peternakan dan lingkungan yang kurang baik
seperti ternak terus menerus dikandang, fentilasi kandang kurang baik dan
jumlah ternak berlebihan dalam kandang. Pencegahan penyakit pheneumoia dengan mengurangi stress pada
ternak, kebersihan kandang dan kelembaban udara kandang. Penyakit pheneumonia
dapat disembuhkan apabila perawatannya baik dan diberi suntikan antibiotic,
menempatkan ternak sakit pada kandang terpisah yang bersih dan berfentilasi
baik, serta diberikan pakan segar yang bergizi (Sarwono, 1993).
2.8.4
Diare
Penyakit diare sering
menyerang ternak sapi, diare disebabkan oleh bakteri Escherichia coli,
Colostridum sp, gangguan makanan dan udara dingin. Diare adalah penyakit yang
menyerang system pencernaan yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun protozoa
(Subronto, 2008). Gejala penyakit diare yaitu feses sapi berbentuk encer terus
menerus, dan berbau busuk, kondisi tubuh sapi lemes, kotoran yang keluar
berwarna hijau muda atau kuning kehijauan. Gangguan diare dapat menyebabkan
penurunan bobot badan ternak (Yilianto dan Saparinto, 2011).
2.8.5
Abses
Abses
merupakan kumpulan nanah (netrifil yang mati) yang berada dalam jaringan tubuh
yang biasa terjadi pada daerah kulit menimbulkan luka yang cukup serius. Gejala
khas abses adalah peradangan, merah, hangat, bengkak, sakit, bila abses
membesar biasanya diikuti gejala demam, selain itu bila ditekan terasa adanya
terowongan (Boden, 2005). Bila dibiarkan akan berbahaya karena abses dapat
berpindah-pindah dari jaringan satu kejaringan yang lain melalui peredaran
darah (Murtidjo, 1995).
2.8.6
Pincang
dan Patah Tulang
Pincang dan patah
tulang pada sapi dapat menyebabkan bobot badan sapi akan menurun dan mudah
terserang penyakit. Pincang dan patah tulang ini disebabkan oleh benturan yang
keras pada saat pemindaan pen atau mutase kandang, perkelahian antar sapi dan
pincang dapat terjadi pada saat pembongkaran sapi dari kapal ke truk maupun
dari truk ke cattle yard.
Gejala yang ditimbulkan adalah sapi
berjalan pincang dan kaki yang sakit tidak menyentuh tanah. Cara pengobatan
sapi yang terkena patah tulang yaitu dilakukan potong reject disebabkan sapi
yang patah tulang akan sulit diobati dan pengobatan sapi yang pincang dilakukan
pemisahan kandang untuk diberikan perawatan khusus.
Upaya pencegahan
penyakit yang dilakukan yaitu dengan memperhatikan kondisi ternak dan
bioskuriti. Biosekuriti merupakan suatu langkah-langkah manajemen yang harus
dilakukan oleh peternak untuk mencegah bibit penyakit masuk kedalam peternakan
dan untuk mencegah penyakit yang ada dipeternakan keluar menulari peternakan
yang lain atau masyarakat sekitar (Payne 2002).
Program biosekuriti yang dilakukan
yaitu dengan cara sanitasi, desinfektan dan pemantauan terhadap sapi-sapi yang
baru dating. Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
perpindahan dari penyakit tersebut (Astiti, 2010). Sanitasi kandang lama
dilakukan dengan cara menyemprotkan air dengan kekuatan tinggi pada lantai
kandang. Feses yang terbuang akan langsung mengalir ketempat penampungan
limbah. Sanitasi kandang baru dilakukan dengan cara mengeruk feses menggunakan
alat bot-cat dan dibawa menggunakan
truk pengangkut menuju penampungan limbah. Penyemprotan disinfektan yang
dilakukan dengan cara menyemprotkan disetiap kendaraan dan bahan baku
konsentrat maupun hijauan yang akan masuk kedalam perusahaan.
Pengendalian
penyakit pada sapi potong dibagi menjadi dua, yaitu preventif dan kuratif.
Preventif adalah suatu tindakan kegiatan pencegahan penyakit, usaha yang
dilakukan yaitu sanitasi dan menjaga kebersihan ternak. Kebersihan kandang dan
ternak harus selalu diperhatikan, demiian juga dengan peralatan yang digunakan
agar tidak terserang penyakit (Bandini, 1999). Kuratif adalah suatu tindakan
kegiatan pengobatan penyakit, ternak yang terkena penyakit harus segera diobati
agar tidak mempengaruhi produktivitas dan tidak menular. Pemberian obat,
vitamin dan obat cacing secara teratur berguna untuk menjaga kesehatan dan
mengobati ternak dari penyakit (Djarijah, 1996).
Kuliah Kerja
Lapangan ini dilaksanakan pada tanggal, 06 Agustus sampai 04 September 2020 di
CV. Wahyu Farm Sejahtera yang beralamat di Kp. Peundeuy Rt 003/006 No. 53,
Pandansari, Kec. Ciawi, Bogor, Jawa Barat 16720
Ruang lingkup pada Kuliah Kerja Lapangan
ini lebih menekankan pada manajemen kesehatan sapi potong, maka materi
pengamatan lapangan ini meliputi :
1.
Pemeriksaan kesehatan hewan
2.
Pencegahan penyakit
3.
Pengobatan
4.
Penanganan Kesehatan
5.
Pemberian vitamin dan suplemen
6.
Pemberian
pakan
7.
Sanitasi Kandang dan lingkungan
8.
Pengelolaan Limbah
Metode yang dipakai dalam Kuliah Kerja Lapangan ini
adalah praktik langsung mengikuti jadwal dan kegiatan yang berlangsung di
perusahaan tempat kuliah kerja lapangan. Selanjutnya,
untuk mengungkapkan kondisi umum perusahaan dilakukan dengan cara menganalisis
data, baik data primer maupun data sekunder.
Data primer
disini adalah data yang didapat dari tempat praktik lapangan melalui cara
observasi kondisi umum perusahaan, dan dengan melihat catatan (recording) perusahaan. Sementara yang
dimaksud dengan data sekunder disini adalah semua data yang bersumber dari
selain perusahaan tempat praktik lapangan, seperti data yang didapat dari sumber-sumber
penelitian dan jurnal.
A,
Djarijah. S. (1996). Usaha Ternak Sapi. Yogyakarta: Kanisius.
Abidin
Z. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan
Praktis Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Akoso BT. Kesehatan
Sapi. Panduan bagi petugas teknos, mahasiswa, penyuluh dan peternak. 1996.
Kanisius Yogyakarta. Subronto.
Aminah S.2003. strategi penanggulangan penyakit
cacing pada ternak domba melalui pendekatan partisipatif di Kabupaten
Purwakarta. Prosiding Temu Teknis Fungsional Non Penelliti, p: 81-87.
Bandini,
Y. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta
Blakely,
J. dan D. H. Bade, 1992. Pengantar Ilmu Peternakan. Penerjemah: B. Srigandono.
Cet. Ke-2. Gajah Mada Univesity
Press. Yogyakarta.
Firman.
A.2010. Agribisnis Sapi Perah Dari Hulu
Sampai Hilir.
Wadya Padjadjaran. Bandung
Handoko
J. 2008. Kesehatan Ternak. Suska Press. Pekanbaru.
Hernowo
B. 2006. Prospek pengembangan usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Surade
Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. Program Stadi Sosial Ekonomi Peternakan.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Khalil.
1999. Kandungan Air dan Ukuran Partikel
terhadap Sifat Fisik Pakan. Media Peternakan 22 (1) : 1-11 melalui
Perbaikan Pakan dan Frekuensi Pemberiannya. JITV.
6 (2) : 76-82
Murtidjo BA. Ilmu Penyakit Ternak .1995. Edisi I. Gadjah Mada University Press.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung.
Preston TR, Willis MB. 1982. Intensif Beef
Production The Second Ed. Pergamon Press. Oxford-New
Yorko-Toronto-Sydney-Paris_Frankfurt.
Rianto
EP, Endang. 2009. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Santosa,
U. 2002. Prospek Agribisnis Penggemukan
Pedet. Penebar Swadaya, Jakarta
Sarwono,
B. dan Arianto. 2001. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Penebar
Swadaya. Jakarta.
Siregar,
S. B. 1996. Ransum Ternak Ruminansia.
Penebar Swadaya. Jakarta.
__________.
2003. Penggemukan Sapi. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Soewardi, B. 1974. Gizi Ruminansia. Volume I. Departemen
Makanan Ternak. Fakultas
Peternakan.
Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Soulsby, E. J. L. 1982. Helminths,
Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. 7th
Edition.
Bailliere
Tindall. London.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit
Ternak (Mammalia) 1. Gadjah Mada University
Press.Yogyakarta
Sudarmono, Sugeng YB. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Semarang.
Sugeng, Y. B. 2000. Sapi Potong.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suhardono
W, Partoutomo SW. 1997. Strategi Penanggulangan Fasciolasis oleh Fasciola
Gigantica Secara Terpadu pada Ternak yang Dipelihara di Lahan Pertanian dengan
Sistem Irigasi Intensif. Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner.
p:112-135
Smith
JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan,
dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI-Press, Jakarta.
Tillman,
A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo.
1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yulianto P, Saparinto C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif.
Jakarta.
Penebar
Swadaya